Kematian : Akhir atau
Awal Kehidupan
Muh.Tawakkal |
Kematian merupakan sesuatu yang menakutkan bagi kebanyakan
manusia. Bahkan mengingat-ingat kematian dapat memorakporandakan manisnya
kehidupan dunia. Ia bagaikan duri yang berada dalam kerongkongan manusia.
Manusia bukan hanya takut pada mati, tetapi mereka takut pula
mendengar kata kubur. Kalau kita melihat berbagai budaya bangsa di dunia,
kita akan menjumpai kesan ketakutan akan kematian dengan jelas.
Marilah kita kaji faktor apakah yang menyebabkan manusia takut
akan kematian. Meskipun ada segelintir manusia, alih-alih takut, sebaliknya
menyambut kedatangannya dengan senyum.
Mengapa Takut ?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan manusia menjadi takut
mati. Di antaranya adalah menafsirkan mati dengan fana’.
Secara alamiah setiap manusia takut ketiadaan (‘adam).
Ia lari dari sakit karena sakit adalah ‘adamus-sihhah [ketiadaan
sehat]. Manusia lari dari kegelapan karena gelap adalah tiadanya cahaya dan
lain sebagainya. Bahkan manusia takut tidur sekamar dengan orang mati.
Meskipun mayat itu adalah temannya sendiri. Padahal ia senang tidur
bersamanya ketika masih hidup. Mengapa demikian ? Karena mati adalah tiadanya
kehidupan.
Sudah barang tentu, kalau kita mengartikan maut adalah finish
atau akhir dari segala sesuatu, maka akibatnya kita takut kepadanya.
Sebaliknya, kalau maut kita artikan pemula dari segala sesuatu, maka kita
akan mengharapkannya.
Dua Pandangan yang Berbeda
Kita melihat ada dua jenis manusia. Pertama, manusia yang
takut mati. Kedua, manusia yang menyambut kematian dengan senang hati. Hal
ini timbul karena pandangan mereka tentang kematian berbeda.
Golongan pertama adalah orang-orang yang tidak percaya adanya
dunia setelah kematian atau mereka percaya, tapi tidak sepenuh hati. Oleh
karena itu, mereka menganggap detik kematian adalah detik perpisahan dengan
segala sesuatu.
Sedangkan golongan kedua adalah orang-orang yang memandang
kematian sebagai kelahiran baru, dari dunia yang sempit ke dunia yang maha
luas. Golongan kedua ini sangat merindukan kematian. Imam ‘Ali bin Abi Thalib
berkata, "Demi Allah, ‘Ali merindukan kematian melebihi bayi yang
merindukan air susu ibunya."
Dalam sebuah syair Persia dikatakan :
Jika kematian berupa seorang laki-laki
Maka niscaya aku akan memanggilnya
Silakan datang !
Sehingga aku dapat memeluknya erat-erat
Karena sesungguhnya aku akan menerima darinya
Ruh yang abadi
Sedangkan kematian akan mengambil dariku
Selendang yang telah usang warnanya
Bukanlah suatu hal yang mengherankan jika kita menjumpai dalam
sejarah, manusia seperti Imam Husain dan para sahabatnya sangat merindukan
kematian. Makin dekat kesyahidan mereka, kegembiraan mereka semakin
bertambah. Kerinduan mereka untuk bertemu dengan Kekasih Sejati makin tidak
tertahankan lagi. Wajah-wajah mereka semakin bercahaya karena semakin
dekatnya perjumpaan dengan Allah.
Ketika racun pedang Abdurrahman Ibnu Muljam telah mengenai
leher Imam ‘Ali, maka saat demi saat keadaan ‘Ali semakin parah dan racun
kian menampakkan reaksinya. Sahabat-sahabat Imam menjadi sangat terharu dan
berduka sekali. Mereka tidak dapat lagi menahan tetesan air mata, bahkan
sebagian dari mereka ada yang berteriak histeris. Akan tetapi mereka melihat
wajah ‘Ali as berseri-seri dan selalu tersenyum. Beliau berkata :
"Demi Tuhan Ka’bah, aku telah sukses ! Apa yang telah
menimpaku bukan merupakan hal yang kubenci. Sama sekali tidak ! Syahid di
jalan Allah sejak dulu sudah merupakan hal yang senantiasa aku
angan-angankan. Dan bagiku, apa yang lebih baik dan berharga daripada
syahadah dalam keadaan ibadah ?"
Berbagai Macam Sakaratul Maut
Alquran dan hadis menjelaskan bahwa ada empat macam pencabutan
nyawa :
1. Orang-orang saleh mati dengan mudah. Imam ‘Ali as berkata,
"Ketika orang-orang saleh meninggal dunia, mereka diberi berita gembira,
sehingga mereka merasa senang dan menyukai kematian itu." 1
2. Orang-orang baik yang meninggal dengan sulit. Nabi Saww
bersabda, "Kematian adalah kaffarah dosa-dosa mukminin. Setelah itu
mereka tidak akan merasakan siksaan lagi." 2
3. Orang-orang yang tidak saleh, namun matinya mudah. Imam
Al-Kazhim as berkata, "Sebagian orang kafir meninggal dunia dengan mudah
disebabkan sejumlah perbuatan baiknya. Sebagian orang kafir memiliki amal
saleh. Amal saleh itulah yang menjadikan mudah kematiannya." 3
4. Orang-orang zalim yang meninggalnya sulit. Kesulitannya itu
merupakan siksaan pertama bagi mereka. 4
Keabadian Ruh
Argumentasi rasional dan ayat-ayat Alquran serta hadis,
semuanya membuktikan bahwa ruh manusia abadi. Rusaknya badan tidaklah membuat
ruh menjadi rusak. Ruh berdiri sendiri, tidak ada kaitannya dengan badan.
Kepribadian manusia berhubungan dengan ruh. Bukan dengan badan. Umpamanya
sewaktu kecil Anda pernah dipukul oleh tetangga Anda. Dua puluh tahun
kemudian Anda melihatnya lantas memukul orang itu. Padahal jasmani orang itu
telah berubah beberapa kali. Mengapa Anda memukulnya ? Jawabnya, jasmani
orang itu berubah, tetapi ia tetaplah ia.
Tanpa disadari manusia sering menyebutkan kata-kata yang
menunjukkan bahwa ruh itu abadi. Umapanya, sewaktu usia manusia sudah lanjut,
ia sering mengatakan, "Sewaktu masih kecil, saya anak yang nakal."
Padahal jasmani manusia berubah setiap tahunnya. Namun demikian perasaan
manusia mengatakan bahwa dirinya yang sekarang adalah dirinya sewaktu kecil.
Ma’ad Memberi Arti pada Kehidupan
Sekiranya kehidupan di dunia ini tidak dilanjutkan dengan
kehidupan di dunia lain, maka kehidupan dunia akan sia-sia. Layaknya
sia-sianya kehidupan janin, sekiranya tidak akan dilahirkan ke dunia ini.
Seandainya bayi itu dikaruniai akal, maka ia akan bertanya mengapa aku
ditahan dalam dunia yang kecil ini ? Kita juga bertanya mengapa harus
menjalani hidup di dunia ini selama tujuh puluh tahun atau lebih dengan
segala kesulitan dan cobaannya. Apakah tujuan dari semua ini sekadar makan
dan minum ? Apakah keberadaan bumi yang luas dan langit yang indah dan semua
sarana hidup hanyalah untuk makan, minum, berpakaian ?
Maka, jelaslah di sini, sia-sianya kehidupan, kalau kita tidak
mempercayai ma’ad (hari akhir).
Berbagai Argumentasi Ma’ad
1. Keadilan Ilahi
Kita dapat membuktikan keberadaan ma’ad dengan
beberapa argumentasi, baik argumentasi rasional maupun Qurani. Di antara
argumentasi rasional yang juga didukung Alquran, sebagai berikut : Karena
Allah bersifat adil, maka ma’ad harus ada.
Penjelasannya bahwa ada dua jenis manusia dalam menghadapi
perintah Allah dan Rasul-Nya yakni manusia yang taat dan manusia yang ingkar.
Allah berfirman dalam surat At-Taghabun : "faminkum kafir waminkum
mukmin – sebagian dari kalian kafir dan sebagian lain kafir."
Sedangkan kita sedikit sekali melihat pembalasan amalan di
dunia ini. Cepat atau lambat, orang-orang saleh dan zalim semuanya akan
meninggal dunia. Sekiranya hisab dan pembalasan tidak diadakan di dunia lain
dan kematian adalah akhir [kehidupan], maka bagaimanakah dengan keadilan
Allah ?
2. Hikmat Ilahi
Kita bayangkan ada tuan rumah yang mengundang banyak tamu. Dia
menyiapkan berbagai jenis makanan enak yang telah diperhitungkan dengan
jumlah orang yang diundang. Hal ini dilakukannya karena tuan rumah itu sangat
mencintai para tetamunya itu.
Di samping makanan-makanan enak, ia juga membuatkan atap yang
nyaman bagi para tamunya itu. Namun tiba-tiba ada tamu yang keji memasuki
ruangan itu. Tamu itu memorakporandakan meja makan. Tuan rumah itu tidak
marah. Ia acuh tak acuh dan membereskan meja makan lantas membubarkan
pertemuan itu. Maka begitu juga seandainya ma’ad itu tidak ada, tindakan
Allah seribu kali lebih sia-sia dari tindakan tuan rumah itu.
"Dia pencipta langit dan bumi. Bagaimana Dia mempunyai
anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan segala sesuatu, dan
Dia mengetahui segala sesuatu." (QS Al-An’am : 101).
"Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan
sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah" (QS
Sajadah : 7).
"Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap
perempuan dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan
segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya. (QS Ar-Ra’du : 8).
"Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau
duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi seraya berkata, "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka." (QS....).
Keyakinan pada Ma’ad Banyak Pengaruhnya
Keyakinan pada ma’ad sangat besar pengaruhnya pada kehidupan.
Sebagai contoh, sekiranya undang-undang dan aturan hukum tidak lagi berlaku
dalam suatu sistem pemerintahan dari suatu negara, pasti negara itu akan
kacau balau. Setiap orang akan menjadi berani melakukan tindakan
kriminalitas, sebab ia tahu bahwa ia tidak akan mendapatkan hukuman atau
sanksi.
Orang yang percaya pada ma’ad dan hari
perhitungan, ia tidak akan berbuat semena-mena. Imam ‘Ali tidak bersedia
mengambil sebutir makanan dari mulut semut, meskipun imbalannya adalah dunia
beserta isinya. Mengapa ada manusia seperti itu ? Apakah yang menjadikannya
bersikap demikian ? Tidak ada yang lain, karena Imam mempercayai hari
perhitungan. Kepercayaannya, lebih tinggi dari kepercayaan manusia biasa. Imam
‘Ali berkata, "Seandainya surga dan neraka ditunjukkannya kepadaku, maka
imanku tidak akan bertambah." Mengapa demikian ? Karena tanpa
diperlihatkan pun imannya sudah sempurna.
Ma’ad Jasmani
Ada sebuah pendapat yang hanya meyakini ma’ad ruhani.
Artinya, manusia tidak akan lagi dibangkitkan dengan jasmaninya. Hanya ruh
yang akan memperoleh pahala atau siksaan. Ayat-ayat Alquran menunjukkan
adanya ma’ad jasmani. Manusia akan dibangkitkan dari kuburnya
beserta badannya.
Firman Allah dalam surat Al-Ma’arij ayat 43 : "Pada hari
mereka keluar dari kubur dengan cepat seakan-akan mereka pergi dengan segera
kepada berhalala-berhala (sewaktu di dunia)."
Firman Allah dalam surat Al-Qamar ayat 7 : "Sambil
menundukkan pandangan-pandangan, mereka keluar dari kuburan seakan-akan
mereka belalang yang beterbangan."
Dalam surat Al-Hajj : 7, Allah berfirman, "Sesungguhnya
Allah membangkitkan orang-orang yang berada di kubur." Kalau sekiranya
ma’ad hanyalah sebatas ruh saja, maka mengapa ayat-ayat Alquran berbicara
tentang kubur ? Sedangkan ruh tidak berada di kubur, melainkan badan yang
berada di kubur. Di samping itu semua contoh dalam Alquran adalah untuk
membuktikan kesederhanaan ma’ad adalah berhubungan dengan ma’ad jasmani.
Dan yang dipungkiri oleh orang kafir adalah ma’ad jasmani.
Pada suatu hari seorang lelaki Badui datang menemui Rasul. Ia
membawa tulang belulang. Lantas ia bertanya, "Siapakah yang dapat
menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh ?" Saat itu juga
Allah memberikan jawabannya, "Katakanlah : "Ia akan dihidupkan oleh
Tuhan yang menciptakannya pada kali yang pertama. Dan Dia Maha Mengetahui
tentang segala makhluk."
Dalam ayat lain Allah berfirman, "Dan ditiuplah
sangkakala, maka tiba-tiba mereka ke luar dengan segera dari kuburnya menuju
Tuhan mereka."
Seorang lelaki jahiliah berkata, "Apakah Dia menjanjikan
kepada kalian bahwa kalau kalian mati dan telah menjadi tanah dan tulang
belulang, kalian akan dibangkitkan lagi ?"
Semua ayat di atas menunjukkan dengan jelas bahwa Rasul
seringkali berbicara tentang ma’ad jasmani. Oleh karena
itulah Alquran memberikan contoh ma’ad jasmani dalam dunia
tumbuhan yang manusia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Jika seorang
Muslim mau meluangkan waktunya untuk membaca Alquran niscaya ia tidak akan
mengingkari ma’ad (kebangkitan) jasmani.
Alasan Penolakan Ma’ad
Iman pada ma’ad tidaklah cukup dengan lidah.
Tapi, orang Mukmin mengemban tanggung jawab dalam kehidupan duniawinya. Maka
kelaziman dari tanggung jawab itu adalah tidak melanggar batasan-batasan
agama yang menjaganya dari bertingkah ifrath (ekstrem) dalam
melampiaskan naluri hewaniahnya. Tujuan inti dari orang yang
mengingkari ma’ad adalah bersenang-senang dan mengikuti hawa
nafsu. Allah berfirman dalam surat Al-Furqan ayat 43 : "Terangkanlah
kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka
apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya ?"
Ketika mereka melihat bahwa ma’ad bertentangan
dengan tujuan hewani, maka mereka mengingkarinya dengan berbagai argumentasi
yang amat lemah.
Allah berfirman dalam surat Qiyamah, "Apakah manusia
mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang belulangnya ?
Bukan demikian, sebenarnya Kami berkuasa menyusun kembali jari jemarinya
dengan sempurna. Bahkan manusia hendak membuat maksiat terus menerus. Ia
bertanya, "Bilakah hari kiamat itu ?"
Ayat pertama menyebutkan akidah mereka. Ayat kedua menyebutkan
sebab keingkaran mereka. Pada dasarnya, mereka mengingkari ma’ad bukan
karena alasan kemustahilan pengumpulan tulang belulang, sebagaimana yang
mereka tampakkan, sebabnya adalah keimanan terhadap ma’ad menjadi
penghalang buat mereka untuk melampiaskan naluri hewaniahnya.
Syarat-syarat atau Tanda-tanda Turunnya Hari Kiamat
Di antara syarat turunnya hari kiamat adalah sudah diutusnya
Nabi Muhammad Saww. Firman Allah dalam surat Muhammad ayat 18 : "Maka
tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat yaitu kedatangannya
dengan tiba-tiba, karena sesungguhnya telah datang tanda-tandanya. Maka
apakah faidahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila hari kiamat sudah
datang ?"
Syarat lain adalah turunnya Nabi Isa as. Firman Allah dalam
ayat 61, "Dan sesungguhnya Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan
tentang hari kiamat. Karena itu, janganlah kamu ragu-ragu tentang kiamat itu
dan ikutilah aku, inilah jalan yang lurus." Lain riwayat menyatakan
bahwa Nabi Isa turun setelah Imam Mahdi – semoga Allah menyegerakan
kehadirannya.
Tanda lainnya adalah bila binatang yang melata dikeluarkan
dari bumi Allah berfirman, "Dan apabila perkataan telah jatuh atas
mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan
kepada mereka bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat
kami."
Hari Penyesalan
Salah satu nama hari kiamat adalah hari penyesalan. Pada hari
itu sekelompok manusia amat meyesal. Sebab penyesalannya adalah semua perkara
sudah selesai saat itu. Semua buku amalan sudah tertutup rapi. Setiap orang
sudah ditentukan, ahli surga atau ahli neraka.
Pada saat itu kematian dirupakan seperti kambing. Kambing itu
dibunuh di hadapan ahli surga dan neraka. Dengan tujuan, memberitahukan pada
penghuni mahsyar bahwa segala perkara telah selesai. Penghuni surga selamanya
di surga dan penghuni neraka selamanya di neraka. Saat itulah penyesalan
meliputi hati ahli neraka. Bahkan ahli surga juga menyesal, mengapa mereka
tidak beramal lebih banyak. Allah berfirman dalam surat Maryam ayat 39 :
"Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu)
ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka
tidak pula beriman." Firman Allah dalam surat Al-Mulk, "Dan
mereka berkata, "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan
itu) niscaya kami tidaklah termasuk penghuni-penghuni neraka."
Siapakah orang-orang yang menyesal saat itu ?
1. Orang-orang yang berpaling dari Imam samawiah kepada
orang-orang yang fasik dan meninggalkan para washi Nabi serta mencintai yang
lain.
2. Rasul berkata pada Abu Dzarr Al-Ghiffari, "Orang yang
mengingkari risalahku, akan didatangkan pada hari kiamat dengan keadaan buta
dan tuli. Mereka datang di kegelapan kiamat. Mereka berkata, "Celaka
kami ! Mengapa kita tidak mengindahkan hukum-hukum Allah." 5
3. Orang-orang yang memperoleh hartanya dari jalan haram,
belum sempat mereka menikmatinya, ajal telah mendahului mereka. Lantas harta
itu beralih pada ahli warisnya. Ahli warisnya menginfakkannya di jalan Allah.
Jadi tuan harta itu masuk neraka, sedangkan ahli warisnya yang saleh masuk
surga karena harta itu.
4. Orang-orang yang berlaku ifrath.
5. Orang-orang yang berpotensial mencari ilmu, tapi tidak mau
menggunakannya.
6. Para ulama yang menasihati masyarakat, sekiranya mereka
tidak mengamalkan ilmunya. Karena masyarakat masuk surga karena karena
ucapannya, sedangkan dia sendiri masuk surga.
7. Orang-orang yang suka ngobrol hal yang sia-sia, seharusnya
mereka mengingat Allah di majlis itu.
Pintu-pintu Neraka
Neraka memiliki tujuh pintu, dalam surat Al-Hijr, Allah
berfirman, "Jahannam itu mempunyai tujuh pintu. Tiap-tiap pintu telah
ditetapkan untuk golongan yang tertentu dari mereka."
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa neraka bersusun tujuh.
Setiap susunnya dikhususkan bagi golongan tertentu. Mungkin kata tujuh itu
mengisyarakatkan akan banyaknya jumlah pintu neraka. Sebagaimana dalam surat
Luqman ayat 26 : "Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan
laut menjadi tinta ditambahkan kepadanya tujuh laut lagi sesudah keringnya,
niscaya tidak akan habis-habisnya dituliskan kalimat Allah. Sesungguhnya
Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." Di sini maksud dari tujuh
laut, bukanlah bilangan tujuh itu saja tetapi lautan yang banyak.
Neraka yang paling bawah adalah tempat para munafik. Alquran
menyebutkan nama surga sebanyak 145 kali. Begitu juga Alquran menyebutkan
kata neraka sebanyak itu. Sedangkan kata dunia disebutnya sebanyak 115 kali.
Begitu juga akhirat. Ini adalah pelajaran bahwa setiap orang Muslim haruslah
melihat antara surga dan neraka, dunia dan akhirat secara seimbang dan adil.
Keseimbangan antara perasaan takut dan harapan.
Apabila antara keduanya tidak seimbang dan salah satunya
melebihi lainnya, maka bahaya sudah mengancam mereka. [ ]
|
My OPSESION
Kamis, 29 Agustus 2013
Kematian: Akhir atau Awal Kehidupan
Langganan:
Postingan (Atom)